Cinta dan Sahabat, pasti kalian sudah paham betul arti dari keduanya, tapi bisakah kalian membedakannya? Jawabannya tidak semudah yang kalian pikirkan, bukan?
Kisah tentang percintaan dan persahabatan memang tidak jauh berbeda, keduanya
berhubungan dengan rasa kasih sayang dan saling memahami satu sama lain,
seperti yang dialami oleh Haruki Shiga (Takumi Kitamura) ketika masih duduk di
bangku SMA.
Shiga dikenal sebagai seorang pria yang penyendiri, setiap waktu luang yang
dia punya hanya dihabiskan untuk membaca buku saja, tanpa ada seorang pun yang
bisa dia ajak bicara. Dikarenakan tidak ada teman yang dekat dengannya, dia
pun menjadi petugas perpustakaan, setidaknya buku - buku di perpustakaan mampu
membuat waktunya lebih bermakna.
Kesehariannya yang sangat membosankan itu terus dijalaninya, sampai suatu
ketika dia membaca buku diary milik teman kelasnya. Diary itu tidak sengaja
dia temukan saat berada di rumah sakit, dan setelah membaca beberapa kalimat
di dalamnya, terungkap sudah bahwa diary itu ternyata milik Yamauchi Sakura
(Minami Hamabe), siswi paling populer di kelasnya. Dari dalam diary tersebut
tertulis bahwa Sakura ternyata sedang menderita penyakit Pankreas dan hidupnya
divonis hanya akan berlangsung beberapa tahun lagi.
Belum sempat Shiga membuka halaman berikutnya, Sakura pun memanggilnya dari
belakang. Tak seperti apa yang Shiga bayangkan, wajah Sakura ternyata penuh
dengan senyuman ketika dia meminta buku diary itu. Aneh memang, seorang gadis
yang hidupnya tidak bakal lama lagi itu masih bisa tersenyum semanis itu.
Tanpa pikir panjang Shiga pun memberikan buku itu padanya, ekspresi wajah
Shiga ternyata tidak berubah sama sekali setelah membaca buku diary itu,
sehingga membuat Sakura akhirnya tertarik untuk berteman dengannya.
Saya sebenarnya tidak memiliki ekspektasi apapun sebelum menonton film ini,
tapi setelah menontonnya saya sedikit terkejut dengan uniknya alur cerita yang
dibawakan, tentang persahabatan antara seorang gadis extrovert yang
memiliki penyakit kronis dengan pria introvert yang jarang berinteraksi
dengan orang lain. Dua kepribadian yang sangat jauh berbeda itu dipadukan, dan
hasilnya penuh dengan momen yang bikin mata kalian terpana melihatnya.
Saya suka bagaimana film ini bercerita, tidak tergesa - gesa, tapi tidak
terlalu lambat juga, alurnya benar - benar dikemas dengan sangat menarik
sehingga 2 jam durasi filmnya seolah hanya terasa seperti 30 menitan saja.
Tentu saja hal itu didukung juga oleh akting dari para aktornya yang patut
diacungi jempol, khususnya aktor yang berperan sebagai Shiga yang mukanya
sangat mirip saat masa remaja sampai masa dewasanya.
Minami Hamabe yang berperan sebagai Sakura juga tidak kalah bagusnya. Di
sepanjang filmnya berlangsung dia berhasil tampil sebagai gadis extrovert yang
mampu menutupi semua masalah yang sedang terjadi dalam dirinya. Sakura tidak
ingin membuat orang - orang di dekatnya khawatir dengan kondisinya, makanya
dia selalu tersenyum dan menghabiskan waktu - waktu terakhirnya dengan penuh
kebahagiaan.
Lain halnya dengan Shiga yang malah terlihat murung setiap harinya. Dia tidak
memiliki penyakit mematikan seperti yang Sakura derita, tapi dia seolah
terlihat terbebani oleh dirinya sendiri di sepanjang hidupnya.
Film ini menjelaskan arti kehidupan manusia yang terlihat dari karakter Sakura
dan Shiga. Sering kali kita sebagai manusia lupa dengan rasa syukur yang telah
diberikan oleh Tuhan karena sudah dibekali dengan tubuh yang sehat, sama
seperti Shiga yang setiap harinya malah murung dan tidak memanfaatkan setiap
waktunya yang berharga. Padahal, Sakura yang hidupnya tidak lama lagi saja
masih bisa tertawa dengan tulus, wajahnya bahkan selalu ceria setiap saat
seolah tidak terjadi apa - apa.
Saya jadi teringat kalimat yang dilontarkan oleh Sakura waktu di
perpustakaan.
"Apa kamu tidak masalah jika tidak melakukan sesuatu yang kamu mau? Karena
besok mungkin kamu duluan yang akan mati. Baik aku atau kamu, nilai hidup kita
itu sama."
Kalimat itu menegaskan bahwa hidup setiap manusia tidak bisa didefinisikan
oleh waktu. Memang benar kalau hidup Sakura di film ini telah divonis oleh
dokter hanya akan bertahan beberapa tahun lagi, tapi bisa saja malah Shiga
yang meninggal duluan entah itu karena dibunuh, kecelakaan, atau hal lainnya.
Pada intinya, tidak ada yang tahu berapa lama lagi waktu yang tersisa,
sehingga pergunakanlah waktu yang ada sekarang dengan sesuatu yang kalian
inginkan.
Sepertinya dari tadi saya melontarkan kata - kata bijak, karena film ini emang
penuh sekali dengan makna. Ada banyak sekali amanat yang bisa kalian ambil
maknanya untuk diterapkan ke dalam kehidupan sehari - hari.
SCORE
8/10
Overall, Let Me Eat Your Pancreas merupakan film yang sangat
worth it buat kalian tonton. Entah kalian mau nonton versi anime atau
live action-nya, menurut saya keduanya tidak berbeda jauh, alur dan
konfliknya masih sama juga kok jadi terserah kalian mau nonton yang mana.
Tapi, saran saya sih mending tonton versi live action-nya, karena
selain akting dari para aktornya yang memukau, emosi yang muncul lebih terasa
sehingga kalian sebagai penonton dapat lebih merasa simpati kepada setiap
karakternya.
TRAILER
***
Sekian review dari saya terkait film
Let Me Eat Your Pancreas (2017). Perlu diingat bahwa seluruh isi dari
postingan ini hanya berasal dari opini saya pribadi. Oleh karena itu, jika ada
dari kalian yang memiliki tambahan mengenai film ini, silahkan beritahu saya
lewat kolom komentar di bawah.
Jangan lupa untuk selalu kunjungi
blog ini
untuk mendapatkan informasi menarik seputar
film
dan
series.
Terima kasih.