Review Film De Oost (2020), Keadaan Pasca Indonesia Merdeka dari Sudut Pandang Belanda

Review Film De Oost (2020)

Sejarah penjajahan Indonesia seringkali telah dijelaskan dalam berbagai bidang. Entah itu di bidang pendidikan yang secara khusus dimasukkan dalam mata pelajaran sejarah, ataupun di bidang perfilman seperti contohnya film trilogi Merdeka dan Battle of Surabaya yang sempat ramai diperbincangkan. Tapi, sayangnya semua kisah itu diambil dari sudut pandang dari negara Indonesia sendiri, lain halnya dengan film De Oost ini yang diambil dari sudut pandang orang belanda.

Diangkat dan disutradarai oleh orang Belanda, film De Oost (atau The East dalam bahasa inggris) ini mengambil setting saat pihak Belanda kembali datang ke Indonesia setelah Jepang kalah dari sekutu dalam Perang Dunia ke-2. 

Sepanjang film ini berlangsung, ada banyak sekali scene yang akan relate dengan materi sejarah kalian, khususnya pada peristiwa Agresi Militer Belanda, karena film ini mengambil latar pasca kemerdekaan Indonesia saat pihak Belanda berusaha mengambil alih kembali kekuasaan.

The East mengisahkan tentang seorang tentara muda dari Belanda bernama Johan de Vries yang secara sukarela datang ke Indonesia untuk mengamankan negara tersebut dari pemberontak (pemberontak yang dimaksud adalah para pasukan pejuang kemerdekaan). Mereka datang dan berlabuh di pulau Jawa, lalu ditempatkan di beberapa kota besar, Semarang contohnya yang menjadi tempat berlabuh pertama Johan.

Karena mengambil sudut pandang dari pihak Belanda, sejak awal film ini akan menampilkan sedikit hal - hal yang kontroversial yang berkaitan dengan tokoh Pahlawan Proklamator Indonesia. Contoh yang paling jelas terdapat di awal film saat komandan menjelaskan tujuan mereka berada di Indonesia. Dalam pidatonya yang singkat itu, ia menjelaskan bahwa Ir. Soekarno merupakan boneka dari Jepang yang sedang membuat negara ini sengsara, karena dia ingin mendirikan sebuah negara baru yang tidak berada di bawah pimpinan pihak Belanda.

Hal itu cukup menarik, mengingat tokoh Ir. Soekarno bagi rakyat Indonesia merupakan seorang pemimpin yang penuh dengan wibawa dan sangat dihormati berkat jasanya yang begitu besar untuk memperjuangkan kemerdekaan negara ini. The East berhasil menampilkan bagaimana citra Ir. Soekarno dari pihak Belanda saat itu dengan menyebutnya sebagai terorisme serta boneka dari Jepang, dan menurut saya itu adalah hal yang menarik.

Alur cerita film ini berpusat pada Johan yang bertugas untuk berpatroli dan membantu warga desa sekitar dari serangan para pemberontak. Warga desa yang ada di sekitar camp Johan memang sering dirumorkan mendapat teror dari pemberontak, namun mereka tak pernah mau angkat bicara tentang hal itu. 

The East memposisikan Johan dan rekan - rekannya sebagai pihak Belanda yang ingin melindungi warga sekitar. Sedangkan para pemberontak (yang merupakan pejuang kemerdekaan) merupakan pihak yang berusaha mengusir Belanda dengan menghalalkan berbagai cara, termasuk juga memenggal orang yang membantu pihak Belanda dan memajangkan kepalanya di depan halaman rumah.

Seringkali terdapat juga scene yang melompat ke masa depan dengan menggambarkan kondisi Johan yang sudah pulang ke Belanda dan berjuang untuk mendapatkan kehidupannya kembali di negara asalnya. Johan sebagai karakter utama memang digambarkan sebagai orang yang dianggap berbahaya, karena Ayahnya merupakan bekas tentara Nazi yang telah menimbulkan kekacauan di tempat tinggalnya. 

Alasan itu juga yang nantinya membuat Johan dicurigai sebagai pengkhianat, karena dia dianggap memiliki darah pengkhianatan yang menurun dari ayah kandungnya. Johan bahkan sempat membohongi temannya bahwa seluruh keluarganya telah meninggal untuk menutupi status ayahnya tersebut.

The East berhasil menampilkan kondisi Indonesia di era 1940-an, dimana sebagian penduduk Indonesia yang tampil dalam film ini digambarkan dengan pakaian yang lusuh serta muka yang kotor, menandakan bahwa mereka masih menderita dalam kemiskinan selepas penjajahan dari Jepang. Kondisi desa dan kotanya pun digambarkan dengan cukup realistis. Mulai dari jenis kendaraannya, bangunannya, seluruh keadaan wilayahnya memang tampak seperti berada di era 1940-an sehingga saya sebagai penonton bisa mendapatkan pengalaman yang lebih dalam ketika menonton film ini.

The East juga menampilkan konflik diskriminasi agama dimana warga pribumi yang merupakan seorang penganut Kristen dikucilkan dan bahkan kemungkinan besar juga dibunuh setelah pihak Belanda hengkang dari Indonesia, sebab kepercayaan mereka dianggap bertetangan dengan mayoritas kepercayaan masyarakat Jawa yang menganut agama Islam. 

Konflik agama itu terlihat jelas pada karakter Samuel yang diceritakan merupakan warga Indonesia beragama Kristen yang secara sukarela membantu pihak Belanda karena dia sendiri malah dikucilkan dari warga pribumi yang mayoritas beragama islam. Film ini menyimpulkan bahwa pihak Belanda memang tidak sepenuhnya kejam terhadap Indonesia, karena beberapa kekejaman yang ada malah berasal dari rakyat Indonesia itu sendiri.

The East memang tidak menonjolkan konflik perangnya. Film ini lebih berfokus pada pendalaman karakter Johan selama dia di Indonesia. Maka dari itu, buat kalian yang mengharapkan film ini menjadi film yang penuh dengan adegan baku tembak, maka buang jauh - jauh ekspektasi itu.

Setelah nonton The East, coba browsing "Raymond Westerling" biar lebih paham sama apa yang dulu dia lakuin di Indonesia. Dibandingkan dengan adegan perang, The East malah menampilkan adegan thriller dengan memasukkan beberapa scene yang tergolong sadis. Salah satu scene yang saya ingat adalah pemajangan kepala orang di depan halaman rumah, serta scene dimana Komandan Raymond Westerling dengan ganasnya membantai seluruh orang sesuai dengan daftar yang diduga merupakan bagian dari kelompok pemberontak.

Alur film ini memang tergolong lambat, ditambah lagi dengan durasinya yang panjang (sekitar 2 jam lebih) membuat saya hampir mengantuk paruh awal film ini berlangsung. Akan tetapi, untung saja sempat terselipkan beberapa adegan thriller di dalam filmnya sehingga saya sedikit semangat lagi untuk menikmatinya.


SCORE

7/10

Skor 7 pantas diberikan kepada The East karena film ini berhasil menampilkan kondisi di era 1940-an dengan baik. Banyaknya pengucapan bahasa Indonesia yang ditampilkan di film ini juga menambah kesan kerasnya perjuangan para aktor yang harus latihan berbahasa Indonesia dengan baik. 

Secara keseluruhan, The East cukup layak buat kalian tonton, khususnya buat kalian yang emang pengen ngerti sejarah Indonesia dari sudut pandang yang agak berbeda.

Meski menurut saya kondisi penjajahan Belanda dalam The East ini tidak terlalu digambarkan, namun film ini sudah cukup untuk memberikan sudut pandang yang cukup menarik mengenai usaha pengambilalihan kekuasaan Belanda pasca Indonesia Merdeka.


TRAILER


***

Sekian review dari saya terkait film The East. Perlu diingat bahwa seluruh isi dari postingan ini hanya berasal dari opini saya pribadi. Oleh karena itu, jika ada dari kalian yang memiliki tambahan mengenai film ini, silahkan beritahu saya lewat kolom komentar di bawah.

Jangan lupa untuk selalu kunjungi blog ini untuk mendapatkan informasi menarik seputar film dan series.

Terima kasih.

Dava

Hanya seorang manusia biasa yang hobi nonton film dan main game

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form