Review Film Fear Street Part One: 1994, Pembuka Trilogi yang Penuh dengan Misteri

Review Film Fear Street Part One: 1994

Fear Street
merupakan trilogi horor slasher buatan sutradara Leigh Janiak yang dirilis pada 16 Juli 2021 lalu. Keseluruhan cerita dari trilogi ini diadaptasi dari seri buku karya R. L. Stine dengan judul yang sama. 

Fear Street ini merupakan sebuah trilogi film yang tergolong unik, sebab alurnya dibuat berjalan mundur. Padahal, genre utama dari film ini berupa mystery, namun meski diceritakan dengan alur mundur, unsur misterinya masih tetap menarik untuk diikuti.

Berlatar di tahun 1994, Fear Streat menceritakan tentang sebuah kelompok remaja SMA yang berjuang melawan teror dari seorang penyihir yang sudah mati beratus - ratus tahun yang lalu. Untuk selamat dari teror mengerikan tersebut, mereka harus mencari tahu seluk beluk dari penyihir yang rumornya dulu dieksekusi di kota tersebut.

Perlu saya tekankan dari awal bahwa film ini memiliki banyak unsur slasher di dalamnya, jadi buat kalian yang nggak terlalu suka sama adegan yang berdarah - darah, mending langsung skip saja daripada menyesal sendiri entar waktu nonton.

Melihat genre slasher dan horor di film ini, saya jadi teringat sama film a Nightmare on Elm Street dimana Freddy Krueger yang menjadi karakter antagonis utama di film tersebut merupakan sebuah hantu. Dalam trilogi Fear Street ini pun juga demikian, para karakter utamanya harus berjuang melawan teror yang berasal dari penyihir yang sudah menjadi hantu.

Sejak awal film, Fear Street sudah menampilkan adegan slasher yang sangat menarik, dimana Heather (Maya Ray Thurman) harus mati ditusuk oleh pacarnya yang telah dirasuki oleh penyihir. Adegan pembunuhan tersebut terus berlanjut hingga Sam, Deena dan teman temannya terancam menjadi korban penyihir yang berikutnya. Mereka pun akhirnya mencari tau mengapa mereka yang menjadi target kutukan penyihir yang berikutnya. 

Fear Street menyajikan konsep film mystery slasher yang cukup fresh di tahun 2021, karena biasanya dalam film slasher lain serial killer-nya hanya satu, namun di film ini serial killer-nya ada banyak, mirip - mirip lah sama yang ada di film Scream. Namun, yang lebih parahnya lagi adalah setiap serial killer yang ada di film ini tidak dapat mati dengan mudah, sebab mereka merupakan perwujudan dari para kriminal yang telah tewas di kota itu. Kejamnya teror dari tiap serial killer tersebut membuat film ini sangat mencekam tiap detiknya, karena selain harus melarikan diri dari ancaman para serial killer, para karakter utamanya juga harus mencari cara bagaimana mereka mengakhiri teror dari penyihir tersebut.

Sebagai pembuka dari trilogi, Fear Street cukup berhasil menyampaikan ceritanya dengan cukup baik, film ini tidak memiliki alur cerita yang berat, tidak punya drama sama sekali, oleh karena itu filmnya jadi terasa sangat singkat. Terlebih lagi, sepanjang film ini informasi terkait penyihir yang menjadi dalang tragedi berdarah ini masih sangat minim, sehingga membuat para penontonnya seakan ikut bertanya - tanya bagaimana penyebab awalnya mengapa kutukan tersebut bisa terjadi.

"Film Slasher yang bagus berisi serial killer yang tidak gampang terbunuh." Kalimat tersebut menjadi pedoman saya menonton berbagai film dengan genre slasher, dan Fear Street ini benar - benar menyajikan apa yang saya inginkan. Walaupun latar belakang setiap serial killer-nya hanya diceritakan secara sekilas, namun dengan karakter mereka yang dingin, keji, dan tanpa ampun saja sudah membuat saya puas melihat kengeriannya.

Adegan pembunuhan yang diperlihatkan dalam film ini juga tidak terkesan nanggung karena semua efeknya terlihat secara jelas, seperti kepala yang teriris, perut yang tertusuk, semuanya diperlihatkan seolah olah kita sendiri juga ikut melihatnya secara langsung. Jujur, efek seperti ini jarang sekali didapat, walaupun jika dibandingin ama Spiral: From the Book of Saw masih kalah jauh sih.

Untuk segi horornya, di bagian yang pertama ini memang sama sekali tidak menonjolkan sisi horornya (Feel horornya hanya kerasa waktu adegan Sam dapet vision tentang wajah penyihirnya). Selain itu? Tidak ada horornya sama sekali. Makanya, di awal tadi saya sempat menyinggung bahwa film ini memang lebih berfokus ke genre slasher dan mystery ketimbang horor.

Sebagus - bagusnya sebuah film, pasti ada kekurangan di dalamnya karena sutradaranya hanyalah seorang manusia biasa yang pasti punya banyak kesalahan juga. Maka dari itu, walaupun menurut saya sendiri film Fear Street part one ini sangat menarik, namun sebenarnya masih terdapat beberapa kelemahan yang nongol sepanjang film ini berlangsung.

Satu-satunya kelemahan yang paling nampak dari film ini yaitu saat Ryan yang memakai topeng tengkorak membunuh resepsionis dan salah satu perawat di RS. Adegan itu sebenarnya sangat aneh karena seharusnya orang yang menjadi korban hanyalah orang yang terkena darah dari Sam. Namun mengapa Ryan membunuh mereka? Apakah hanya karena dia diajak bicara? Tidak ada penjelasannya sama sekali.


SCORE

8/10

Nilai 8 saya berikan kepada film Fear Street Part One: 1994 ini berkat alur ceritanya yang menarik serta adegan slasher-nya yang cukup brutal. Film ini sukses membuat saya teringat kembali film - film slasher masterpiece lainnya, seperti Hallowen dan a Nighmate on Elm Street yang kurang lebih memiliki konsep yang hampir sama.

Penempatan jumpscare serta backsound yang ditampilkan dalam film ini juga terkesan sangat natural dan tak berlebihan.. Overall, film ini sangat layak buat kalian tonton yang emang suka genre slasher dan gore yang pastinya udah biasa kalo lihat adegan penuh darah.


TRAILER


***

Itulah review film Fear Street Part One: 1994 dari saya, jika ada tambahan dari kalian sebagai pembaca silahkan tulis saja di kolom komentar. 

Oiya, mungkin setelah ini saya juga akan melanjutkan menonton Fear Street part kedua dan akan saya buatkan juga review-nya besok.

Maka dari itu, selalu kunjungi blog ini agar tidak ketinggalan infonya.

Terima kasih.

Dava

Hanya seorang manusia biasa yang hobi nonton film dan main game

Post a Comment

Previous Post Next Post

Contact Form