Sedikit berbeda dari biasanya, kali ini saya akan mencoba mengulas film pendek karya anak Teater Crystal UPN Veteran Jawa Timur yang baru rilis di tanggal 8 November lalu. Tak ada ekspektasi apapun dari saya sebelum menontonnya, salah satu faktornya karena film pendek tak memiliki trailer apapun sebelum perilisannya, dan untuk faktor lainnya mungkin karena genre dari film pendek ini yang terlalu general, mengisahkan seputar drama keluarga dan romansa remaja yang sudah sangat sering diadaptasikan ke dalam dunia sinema.
  Bicara tentang drama keluarga dan romansa, saya jadi ingat kalimat dari John
  Wooden dalam salah satu bukunya.
   "Hal yang paling bernilai di dunia ini adalah keluarga dan cinta."
  Begitulah kurang lebih kalimatnya, terdengar sangat klise memang, tapi arti
  yang terkandung di dalamnya seolah tidak pernah habis untuk dibahas.
  Sama halnya dengan sebuah keluarga dan cinta, impian dan cita - cita juga sama
  bernilainya. Impian seolah menjadi bahan bakar bagi manusia untuk terus
  memperjuangkan sesuatu dalam hidupnya. Hal itu juga yang dilakukan oleh Cahya
  di film ini. Dia sangat ingin menggapai impiannya menjadi seorang pembuat
  pesawat, persis dengan apa yang dilakukan oleh mantan presiden negeri ini, B.
  J. Habibie. 
  Usaha Cahya pun tidak main-main, setiap harinya dia bekerja keras untuk
  membuktikan bahwa impiannya bukanlah sebuah angan-angan belaka, apalagi
  setelah kepergian ayahnya dalam sebuah kecelakaan dinas beberapa tahun
  sebelumnya yang sangat mengguncang hidupnya.
  Tapi karena saking kerasnya usaha yang dilakukan oleh Cahya, dia mulai
  melupakan arti dari cinta dan keluarga yang sebenarnya memiliki dampak yang
  lebih besar dalam hidupnya.
  Dengan durasinya yang hanya berkisar 39 menit saja, menurut saya Sayap Kayu
  memiliki alur cerita yang terlalu kompleks untuk menjadi sebuah film pendek.
  Ada sangat banyak sekali plot hole di dalamnya, dan 39 menit masih jauh
  dari kata cukup untuk bisa menyelesaikannya.
  Banyak sekali hal yang masih bisa dikupas lebih dalam dari film ini, salah
  satunya yaitu hubungan antara Cahya dengan ayahnya yang menurut saya durasinya
  masih terlalu minim, padahal peran dari ayah Cahya di film ini sangat penting
  untuk menjadi trigger dari ambisi yang besar dalam diri Cahya.
  Pergolakan dalam diri Cahya juga kurang terpancar dengan matang karena alurnya
  yang tidak stabil sejak awal. Film ini menampilkan banyak momen
  filashback di dalamnya yang mungkin dimaksudkan untuk memperdalam
  karakter utamanya, tapi momen flashback tersebut justru malah menjadi
  faktor utama yang membuat alur ceritanya menjadi tidak solid.
  Ditambah lagi, minimnya pendalaman karakter lainnya juga menjadi kekurangan
  yang cukup mencolok, meski sebenarnya itu semua sudah agak tertutup dengan
  kualitas akting dari para pemainnya yang secara mengejutkan berhasil tampil
  dengan cukup memukau.
  Cahya berhasil tampil sebagai karakter utama yang cukup berkesan di film
  pendek ini. Terlihat jelas dari raut wajahnya yang selalu murung menandakan
  bahwa dia memiliki banyak sekali konflik dalam dirinya yang tak pernah bisa
  dia ungkapkan. Karakter Gina sebagai pasangan dari Cahya juga tak kalah
  bagusnya, dia hadir sebagai karakter yang selalu mencairkan suasana dengan
  wataknya yang selalu terlihat ceria. Chemistry antar keduanya sudah berhasil
  ditampilkan dengan baik, yang membuat unsur romansanya terasa lebih dominan di
  film ini. 
  Untuk masalah teknis seperti gaya sinematografi, editing, grafis, lightning,
  suara, backsound, dll saya tidak bisa berkomentar banyak karena semuanya
  terlihat sangat minimalis. Ya mungkin karena budget dari film ini yang pas
  pasan, jadi bisa dimaklumin lah kalo di bagian teknisnya masih banyak yang
  kurang.
  Terlepas dari itu semua, saya harap kedepannya kualitasnya bisa lebih
  ditingkatkan lagi, khususnya pada alur ceritanya yang harusnya bisa lebih
  tertata lebih rapi lagi. Masalah teknis bukan menjadi masalah jika ceritanya
  berhasil tersampaikan ke penonton dengan baik.
  Banyaknya take panjang dengan transisi angle kamera yang minim saya rasa
  membuat Sayap Kayu ini lebih terlihat sebagai sebuah teater daripada film, ya
  mungkin karena pembuatnya juga merupakan anak teater, jadi masuk akal jika
  gayanya lebih mengarah kesitu.
  Tapi model film yang minimalis kayak gini sebenarnya bisa menarik juga kok
  asalkan ceritanya solid dan bagus, contohnya kayak film bergaya
  one shot seperti Birdman (2014) dan
  1917
  (2020) yang dari awal sampe akhir filmnya seolah hanya dibuat dalam satu kali
  take doang, tapi filmnya tetap berhasil memukau di mata para penontonnya.
SCORE
4/10
  Sebagai sebuah film pendek dengan style yang minimalis, overall Sayap
  Kayu sudah cukup oke bagi saya, khususnya pada kualitas akting dari pemerannya
  yang sebenarnya sudah lebih dari cukup untuk sebuah debut film pendek pertama.
  Jika kalian penasaran dengan keseluruhan filmnya, kalian bisa langsung saja
  menontonnya di YouTube lewat tautan di bawah.
***
  Sekian review dari saya mengenai film pendek Sayap Kayu. Perlu diingat
  bahwa seluruh isi postingan ini sepenuhnya berasal dari opini saya pribadi
  yang sifatnya sangat subjektif. Maka dari itu, jika ada dari kalian yang ingin
  menambahkan silahkan langsung saja tulis di kolom komentar.
  Jangan lupa selalu kunjungi
  blog ini
  untuk mendapatkan informasi menarik seputar
  film
  dan
  serial
  favorit lainnya.
Terima kasih.
